Sunday, March 31, 2013


http://id.effectivemeasure.net/emnb_18_34829.gif?102623898

Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah
Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah - Sebagai seorang muslim yang baik, sudah seharusnya kita mengetahui sifat wajib dan mustahil yang dimiliki oleh Allah Swt. Kita semua tahu bahwa Allah Swt memiliki segala sifat kesempurnaan dan maha suci dari segala sifat kekurangan. Kali ini kita akan membahas 20 Sifat Wajib dan Mustahil Bagi Allah.

20 Sifat wajib dan mustahil bagi Allah ini memang di anggap cukup bagi seorang muslim pada meyakinkan bahwa Allah Swt memiliki segala sifat kesempurnaan dan maha suci dari segala sifat kekurangan, di samping juga sesuai dengan tercantum pada Al-Qur’an dan As-Sunnah serta Dalil Aqli, memahami akan sifat - sifat ini bagi yang wajib dan mustahil bagi Allah Swt adalah untuk melengkapi akan tauhidnya bagi seseorang hamba dalam beribadah kepada Allah Swt serta untuk mengenalNya.
Oke langsung aja ya, berikut ini Sifat Wajib dan Mustahil bagi Allah yang harus kita ketahui.
Sifat Wajib Allah
  1. Wujud : artinya ada, ketetapan dan kebenaran yang wajib bagi dzat Allah Swt yang tiada di sebabkan dengan sesuatu sebab adalah “ada”.
    A. Dalil Aqli sifat Wujud
    Adanya semesta alam yang kita lihat sudah cukup dijadikan sebagai alasan adanya Allah, sebab tidak masuk akal seandainya ada sesuatu yang dibuat tanpa ada yang membuatnya.
    B. Dalil Naqli sifat Wujud
    جلقالسموات والارض وما بينهمافي ستةايام الذى
    Allahlah menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dalam (waktu) enam hari. (QS. AS sajdah [32]:4))
  2. Qidam : artinya sedia, hakikatnya adalah menafikan bermulanya wujud Allah Swt.
    a. Dalil aqli sifat Qidam
    Seandainya Allah tidak qodim, mesti Allah hadits, sebab tidak ada penengah antara qodim dan hadits. Apabila Allah hadits maka mesti membutuhkan muhdits (yang membuat) mislanya A, dan muhdits A mesti membutuhkan kepada Muhdits yang lain, misalnya B. Kemudian muhdits B mesti membutuhkan muhdits yang lain juga, misalnya C. Begitulah seterusnya.Apabila tiada ujungnya, maka dikatakan tasalsul (peristiwa berantau), dan apabila yang ujung membutuhkan kepada Allah maka dikatan daur (peristiwa berputar). Masing-masing dari tasalsul dan daur adalah mustahil menurut akal. Maka setiap yang mengakibatkan tasalsul dan daur, yaitu hudutsnya Allah adalah mustahil, maka Allah wajib bersifat Qidam.
    b. Dalil Naqli sifat Qidam
    Firman Allah :
    هوالاول والاخروالظاهروالباطن
    Dialah yang awal dan yang akhir Yang zhohir dan yang bathin. (QS. Al-Hadid [57]:3)
  3. Baqa’ : artinya kekal, Allah Swt kekal ada dan tidak ada akhirnya
    a. Dalil Aqli sifat Baqa'
    Seandainya Allah tidak wajib Baqo, yakni Wenang Allah Tiada, maka tidak akan disifati Qidam. Sedangkan Qidam tidak bisa dihilangkan dari Allah berdasarkan dalil yang telah lewat dalam sifat Qidam.
    b. Dalil Naqli Sifat Baqa'
    Firman Allah :
    كلشئ هالك إلاوجهه
    Tiap sesuatu akan binasa (lenyap) kecuali Dzat-nya. (QS. Qoshos [28]:88)
  4. Mukhalafatuhu Ta’ala Lilhawadith : artinya Bersalahan Allah Swt dengan segala yang baharu, pada dzat , sifat atau perbuatannya sama ada yang baru, yang telah ada atau yang belum ada. Pada hakikat nya adalah menafikan Allah Ta’ala menyerupai dengan yang baharu pada dzatnya, sifatnya atau perbuatannya.
    a. Dalil Aqli sifat mukhalafah lil hawadits
    Apabila diperkirakan Allah menyamai sekalian makhluknya, niscaya Allah dalah baru (Hadits), sedangkan Allah baru adalah mustahil
    b. Dalil Naqli sifat mukhalafah lil hawadits
    Firman Allah :
    ليس كمثله شيئ وهوالسميع البصير
    Tidak ada sesuatu apapun yang serupa dengan dia, dan dia-lah yang maha mendengar lagi maha melihat. (QS. Asy-Syuro [42]:11)
  5. Qiyamuhu Ta’ala Binafsihi : artinya berdiri Allah Swt dengan sendirinya, tidak berkehendak kepada tempat yang berdiri (pada dzat) dan tidak berkehendak kepada yang menjadikannya, karena ia tidak di jadikan tetapi telah jadi dengan sendirinya, dan tidak berkehendak kepada yang di jadikanNya.
    a. Dalil Aqli sifat Qiyamuhu Binafsihi
    Seadainya Allah membutuhkan dzat, niscaya Allah adalah sifat, sebab hanya sifatlah yang selalu membutuhkan dzat, sedangkan dzat selamanya tidak membutuhkan dzat lain untuk berdirinya.
    Dan apabila Allah “Sifat” adalah mustahil, sebab apabila Allah “sifat”, maka Allah tidak akan disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah, sedangkan sifat tersebut adalah termasuk sifat-sifat yang wajib bagi Allah berdasarkan dalil-dalil tertentu. Berarti apabila Allah tidak disifati dengan sifat Ma’ani dan Ma’nawiyah adalah salah (Bathil), dan batal pula sesuatu yang mengakibatkannya, yaitu butuhnya Allah kepada dzat. Apabila batal butuhnya Allah kepada dzat maka tetap Maha kaya (istighna)nya Allah dari dzat.
    Seandainya Allah membutuhkan sang pncipta, niscaya Allah baru (Hadts), sebab yang membutuhkan pencipta hanyalah yang baru sedangkan dzat qodim tidak membutuhkannya. Dan mustahil Allah Hadits, karena segala sesuatu yang hadits harus membutuhkan sang pencipta (mujid) yang kelanjutannya akan mengakibatkan daur atau tasalul.
    b. Dalil Naqli Sifat Qiamuhu Binafsihi
    Firman Allah:
    إن الغنى عن العا لمين
    Sesungguhnya Allah benar-benar maha kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari alam semesta. (QS. Al Ankabut [29]:6)
  6. Wahdaniyyah : artinya satunya Allah Swt pada dzat, pada sifat dan pada perbuatanNya, tetapi bukanlah pengertiannya seperti bersatunya dzat tulang, daging, kulit dan lain sebagainya, Allah Swt bebas dari pengertian seperti itu.
    Dalil Naqli Sifat Wahdaniyat
    Firman Allah :
    لوكان فيهماالهةإلاالفسد تا
    Seandainya di langit dan dibumi ada tuhan-tuhan selain Allah, niscaya langit dan bumi akan rusak. (QS. Al Anbiya [21]:22)
  7. Qudrat : artinya kuasanya Allah Swt, satu sifat yang qadim lagi azali yang tetap berdiri pada zat Allah Swt, yang mengadakan tiap - tiap yang ada dan meniadakan tiap - tiap yang tiada.
    a. Dalil Aqli sifat Qudrot
    Dalilnya adalah adanya alam semesta.
    Proses penyusunan dalilnya, jika Allah tidak berkemampuan niscaya Allah lemah(‘Ajzun), dan apabila Allah lemah maka tidak akan mampu menciptakan makhluk barang sedikitpun.
    b. Dalil Naqli sifat Qudrot
    إن اعلى كل شيى قد ير
    Sesungguhnya Allah berkuasa atas segala sesuatu. (QS. Al-Baqarah [2]:20)
  8. Iradah : artinya kehendaknya Allah Swt, maknanya penentuan segala tentang ada atau tiadanya, maka Allah Swt yang selayaknya menghendaki tiap - tiap sesuatu apa yang di perbuatnya, artinya kita manusia telah di tentukan dengan kehendak Allah Swt, seperti : tentang rezeki, umur, baik, jahat, kaya, miskin dan lain sebagainya
    a. Dalil Aqli sifat Irodat.
    Dalilnya adalah adanya alam semesta.
    Proses penyusunan dalil, seasndainya allah tidak bersifat berkehendak niscaya bersifat terpaksa (karohah), dan allah bersifat terpaksa adalah mustahil karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi tidak disifatinya Allah dengan sifat qudrot adalah mustahil, sebab akanberakibat lemahnya Alla, sedangkan lemahnya Allah adalah mustahi, karena tidak akan mampu membuat makhluk barang sedikitpun.
    b. Dalil Naqli sifat Irodat.
    Firman Allah :
    ان ربك فعال لمايريد
    Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa yang dia kehendaki.
    (QS. Hud[50]:107)
  9. Ilmu : artinya mengetahuinya Allah Swt, maknanya nyata dan terang akan meliputi dan maha mengetahui akan segala tiap – tiap, tiada yang tersembunyi dan rahasia bagiNya di alam jagat ini.
    a. Dalil Aqli sifat Ilmu
    Dalilnya adalah adanya alam semesta.
    Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tak berilmu niscaya tidak akan berkehendak, sedangkan allah tidak berkehendak adalah mustahil, karena tidak akan disifati qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah. Sedangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat barang makhluk sedikitpun.
    b. Dalil Naqli sifat Ilmu
    Firman Allah :
    وهوبكل شيى عليم
    Dan dia maha mengetahui segala sesuatu.
    (QS.Al Hadid [57]:3 atau QS. Al Baqaroh [2]:29)
  10. Hayat : artinya hidupnya Allah Swt, ini sifat yang tetap dan qadim lagi azali pada dzat Allah Swt, ia tidak akan pernah mati, karena mati itu adalah ciptaanNya juga.
    a. Dalil Aqli sifat hayat
    Dalilnya adanya alam semesta. Proses penyusunan dalil, seandainya Allah tidak hidup maka tidak akan disifati Qudrot, akan tetapi Allah tidak disifati dengan Qudrot adalah mustahil, sebab akan berakibat lemahnya Allah, seangkan lemahnya Allah adalah mustahil, karena tidak akan mampu membuat alam semesta.
    b. Dalil Naqli sifat Hayat
    Firman Allah :
    وتو كل على الحى الذ ى لايمو ت
    Dan bertakwalah kepada Allah yang hidup yang tidak mati. (QS. Al-Furqon [25]:58)
  11. Sama’ : artinya mendengarnya Allah Swt, ini sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada dzat Allah Swt, tiada sesuatu apapun yang luput dari pendengarannya Allah Swt.
  12. Bashar : artinya melihatnya Allah Swt, hakikatnya ialah satu sifat yang tetap ada yang qadim lagi azali berdiri pada dzat Allah Swt, Allah Swt wajib bersifat maha melihat pada yang dapat di lihat oleh manusia atau tidak, jauh atau dekat, terang atau gelap, zahir atau tersembunyi dan sebagainya.
  13. Kalam : artinya : berkata - katanya Allah Swt, ini sifat yang tetap ada, yang qadim lagi azali, yang berdiri pada dzat Allah Swt, sebagai contoh adalah Al- Qur’an, ini merupakan perkataannya (kalam) Allah Swt yang abadi sepanjang masa.]
  14. Kaunuhu Qadiran : artinya keadaannya Allah Swt, ia yang berkuasa mengadakan dan mentiadakan sesuatu.
  15. Kaunuhu Muridan : artinya keadaannya Allah Swt yang menghendaki dan menentukan tiap - tiap sesuatu.
  16. Kaunuhu ‘Aliman : artinya keadaannya Allah Swt yang mengetahui akan tiap - tiap segala sesuatu.
  17. Kaunuhu Hayyun : artinya keadaannya Allah Swt yang maha hidup, melebihi dari segala sesuatu apapun juga.
  18. Kaunuhu Sami’an : artinya keadaannya Allah Swt yang mendengar akan tiap - tiap segala sesuatu yang maujud.
  19. Kaunuhu Bashiran : artinya keadaannya Allah Swt yang melihatakan tiap - tiap segala sesuatu yang maujudat (berupa sesuatu yang ada ).
  20. Kaunuhu Mutakalliman : artinya keadaannya Allah Swt yang berkata – kata, yaitu sifat yang berdiri dengan dzat Allah Swt.
Sifat Mustahil bagi Allah
Wajib pula bagi tiap muslimin dan muslimat mengetahui akan sifat - sifat yang mustahil bagi Allah Swt, yang menjadi lawan daripada sifat 20 (dua puluh) yang merupakan sifat wajib bagiNya, berikut sifat - sifat yang mustahil bagiNya :
  1. ‘Adam, artinya tiada (bisa mati)
  2. Huduth, artinya baharu (bisa di perbaharui)
  3. Fana’, artinya binasa (tidak kekal/mati)
  4. Mumathalatuhu Lilhawadith, artinya menyerupai akan makhlukNya
  5. Qiyamuhu Bighayrih, artinya berdiri dengan yang lain (ada kerjasama)
  6. Ta’addud, artinya berbilang – bilang (lebih dari satu)
  7. ‘Ajz, artinya lemah (tidak kuat)
  8. Karahah, artinya terpaksa (bisa di paksa)
  9. Jahl, artinya jahil (bodoh)
  10. Maut, artinya mati (bisa mati)
  11. Syamam, artinya tuli
  12. ‘Umy, artinya buta
  13. Bukm, artinya bisu
  14. Kaunuhu ‘Ajizan, artinya lemah (dalam keadaannya)
  15. Kaunuhu Karihan, artinya terpaksa (dalam keadaannya)
  16. Kaunuhu Jahilan, artinya jahil (dalam keadaannya)
  17. Kaunuhu Mayyitan, artinya mati (dalam keadaannya)
  18. Kaunuhu Asam, artinya tuli (dalam keadaannya)
  19. Kaunuhu A’ma, artinya buta (dalam keadaannya)
  20. Kaunuhu Abkam, artinya bisu (dalam keadaannya)
Sifat Ja’iz Bagi Allah Swt
Sifat ini artinya boleh bagi Allah Swt mengadakan sesuatu atau tidak mengadakan sesuatu atau di sebut juga sebagai “mumkin”. Mumkin ialah sesuatu yang boleh ada dan tiada.

Ja’iz artinya boleh-boleh saja, dengan makna Allah Swt menciptakan segala sesuatu, yakni dengan tidak ada paksaan dari sesuatupun juga, sebab Allah Swt bersifat Qudrat (kuasa) dan Iradath (kehendak), juga boleh - boleh saja bagi Allah Swt meniadakan akan segala sesuatu apapun yang ia mau.

Nah gimana teman-teman, sekarang sudah tahu kan Sifat Wajib, Mustahil dan Ja'iz Allah. Ayo kita sama pelajari dan berusaha mengamalkannya. Semoga kita menjadi seorang muslim yang dicintai oleh Allah. Aamiin


Lu’liyatul Mutmainah
12820029

JUDUL BUKU          : PASANG SURUT PERADABAN ISLAM DALAM LINTAS SEJARAH
PENGARANG           : FADIL SJ
PENERBIT                 : UIN MALANG PRESS
TAHUN TERBIT       : 2008
KOTA TERBIT          : MALANG
TEBAL                       : 282 halaman, 21 cm
Resensi Buku:

Islam sebagai agama yang termasuk pesat dalam perkembangannya di dunia memiliki lika-liku dan pasang surut yang cukup mengundang perhatian ahli sejarah dunia. Termasuk bagi salah satu Dosen UIN Malang Fadli SJ di dalam bukunya yang berjudul “PASANG SURUT PERADABAN ISLAM DALAM LINTASAN SEJARAH”. Buku ini membahas secara sistematis tentang perkembangan peradaban Islam dari masa Rasulullah, Khalifah, Daulah Umayyah, Abbasiyah yang tergolong dalam zaman keemasan(The Golden Age of Islam), hingga masa keruntuhan akibat konflik politik dan kekuasaan dilanjutkan dengan pembaharuan peradaban Islam.

Buku ini juga mengulas banyak pendapat mengenai arti dari sejarah, kebudayaan dan peradaban yang sesuai dalam menapak tilas sejarah Islam sehingga tidak terjadi kecacatan sejarah. Sejarah merupakan ilmu untuk mempelajari peristiwa di masa lalu dengan sudut pandang tidak hanya dari keadaan situasi sekarang, kebudayaan mencakup ranah lebih luas, sedangakan kebudayaan yang sudah maju disebut peradaban, yang memiliki arti lebih spesifik, mencakup unsur dari kebudayaan. Sehingga kebudayaan meliputi peradaban tetapi tidak sebaliknya. Beberapa pendapat mengungkapkan bahwa kebudayaan Islam tidak mungkin dapat diterapkan seratus persen di muka bumi ini.

Penjelasan secara rinci mengenai proses peletakan nilai-nilai keislaman di satiap zaman kepemimpinan di masa khalifah, pandangan politik, sistem ekonomi, dan segala regulasi pemerintahannya merupakan daya tarik sendiri bagi pembaca yang termasuk awam dalam hal sejarah karena kemudahan penalaran bahasa yang digunakan. Mengungkapkan sisi keistimewaan kebudayaan Islam termasuk dalam firman-firman Allah yang tertuang dalam al-Qur’an menunjukkan bahwa Allah menaruh perhatian tentang pentingnya mempelajari sejarah untuk perbaikan di masa yang akan datang sebagai hikmahnya.

Lintasan sejarah dari peradaban Arab pra Islam, pembinaan peradaban Islam, masa pertumbuhan dan perkembangan oeradaban Islam, puncak kejayaan peradaban Islam, kemunduran peradaban Islam hingga pembaharuan peradaban Islam. Perjalanan sejarah Islam dibagi menjadi tiga secara garis besar menurut versi Nourouzzaman Shiddiqie, yaitu: pertama, periode klasik, yang dimulai sejak Rasulullah hingga masa Dinasti abbasiyah pada tahun 650 H/1258 M dengan prestasi yang luar biasa. Kedua, periode pertengahan, sejak runtuhnya Dinasti Abbasiyah hingga abad ke 11 H/17 M diwarnai dengan kekuasaan politik yang terpecah dan saling memusuhi. Ketiga, periode Modern, sejak abad ke 12 H/18 M sampai sekarang, di periode ini umat Islam tidak memiliki kekuatan politik yang disegani.

Pembahasan mengenai peradaban Arab pra Islam meliputi keadaan geografis yang berbatasan dengan air di tiga sisinya, struktur masyarakat dengan dua kelompok Arab yaitu Arab Ba’idah yang telah punah dan Arab Baqiyah yang masih survive hingga sekarang serta 10 departemen yang dibangun oleh Abdul Muthalib , keagamaan yang dimulai dari agama hanif(ketauhidan) yang disebut dalam al-Qur’an kemudian terjadi penyimpangan yang disebut agama watsaniyah serta berbagai kepercayaan terhadap berhala-berhala dan tempat-tempat yang dikeramatkan , watak bangsa Arab baik negatif(kejam, pendendam, pemabuk dan penjudi) maupun positif( kedermawanan, keberanian dan kepahlawanan), dan pembahasan terakhir tentang peradabannya dengan kerajaan yang besar dan makmur di selatan Jazirah Arab oleh Arab Qathaniyah, sementara itu peradaban non-material lebih banyan disebutkan seperti syair-syair jahili, prosa, khithabah, amtsal, ansab, tenun, ramalan dan sebagainya. Modal utama dari peradaban non-material adalah bahasa yang digunakan untuk berkomunikasi.

Dalam pembahasan bab III mengenai pembinaan peradaban Islam terdapat dua sub bab yaitu latar belakang pembinaan peradaban Islam dan proses Islamisasi peradaban bangsa Arab melalui perombakan unsur-unsur budaya jahiliyah di Mekkah yang diarahkan dan diwarnai dengan nilai keislaman hingga diubah dalam bentuk yang benar-benar Islam. Di Madinah, Rasulullah membina masyarakat melalui “Perjanjian Aqobah” dan kebijakan-kebijakan lainnya.

Sepeninggal Rasulullah, pertumbuhan dan perkembangan peradaban Islam dilanjutkan oleh para khalifah hingga akhir masa Daulah Abbasiyah. Hal ini dibarengi dengan perluasan wilayah kekuasaan, kemajaun teknologi dan keilmuan serta munculnya berbagai aliran dalam Islam. sementara itu, puncak kejayaan peradaban Islam berlangsung sekitar abad ke 9 M/ 2 atau 3 H hingga abad ke 13 M/ 6 atau 7 H pada masa pemerintahan Bani Abbasiyah di Baghdad dan Bani Umayyah di Cordoba(Spanyol). Kebhineka tunggal ika-an dalam berbagai aspek peradaban di masa inilah yang memicu kejayaan umat Islam. Kemajuan di bidang ilmu pengetahuan dengan para pemikir filsafat keilmuan dan kemajuan pemerintahan dengan diwan-diwan yang dibentuk. Perbandingan Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah antara lain, Umayyah berkarakter sosial Arabis, dominasi etnis Arab, pelaksana pemerintah adalah khalifah, kemajuan politik-militer, lama berkuasa 89 tahun, akhir kekuasaan karena revolusi Abbasiyah. Sedangkan Dinasti Abbasiyah berkarakter sosial kosmopolitanis, dominasi etnik Arab-Persia, pelaksana pemerintah Wazir, kemajuan selain dibidang politik-militer juga ekonomi-intelektual, berkuasa selama 500 tahun dan berakhir karena serbuan Hulagu Khan.

Kemunduran peradaban Islam tampak saat jatuhnya Baghdad ke tangan bangsa Mongol, dan jatuhnya Cordoba ke tangan penguasa Kristen di Barat pada abad ke 13 M. Penjelasan yang sistematis dilengkapi dengan ilustrasi gambar dan tabel yang membantu dalam membandingkan dan menganalisis faktor pemicu kemajuan maupun kemunduran peradaban Islam. Beberapa aspek kemajuannya adalah dalam bidang pengetahuan dan keilmuwan pada masa Harun al-Rasyid, bidang ekonomi dan perdagangan, perluasan wilayah hingga Byzantium dan lain sebagainya. Ada tiga hal penyebab kemundurannya menurut M. Syarif. Pertama, perbedaan penanaman pemikiran filsafat, Ghazali melebur dalam mega alam Tasawuf, semantara Ibnu Rasyid masuk kedalam paham materialisme karena sukses di Barat. Kedua, para khalifah dan amir Islam melalaikan ilmu pengetahuan dan peradaban sementara para ilmuan Barat sedang gencarnya menciptakan peradaban dan teknologi. Ketiga, banyaknya pemberontakan yang menimpa dunia Islam karena faktor politik, kekuasaan, dan serangan dari pihak eksternal.

Buku ini mengilustrasikan dekadensi para pemimpinlah yang menjadi akar dari kehancuran kejayaan Islam yang telah diraih. Kemewahan yang dinikmati para amir, kesombongan dan keangkuhan serta berputarnya uang hanya di kalangan orang kaya saja itulah potret kezaliman yang bertolak belakang dengan kepemimpinan nabawiyah.
Setelah kemunduran peradaban Islam, muncul ide untuk mengadakan pembaharuan dalam berbagai segi, dimulai pemikiran dan pembaharuan sebelum periode modern dan pada periode modern di Turki, Mesir dan India. Pada masa modern secara garis besar dikategorikan  ada tiga pola gerakan pembaharuan, yaitu dengan orientasi peradaban Barat, Islam murni dan nasionalisme yang pada akhirnya bertemu dalam suatu wadah pembangunan dan pendidikan nasional di masing-masing negara.
Buku ini sangat bagus jika digunakan oleh pembaca yang mencari referensi dengan bahasa yang popluler dan sistematis, namun di sisi lain ada beberapa teks yang tidak ditulis secara konsisten seperti syair-syair ditulis sya’ir-sya’ir pada paragraf lain, Allah SWT yang ditulis Allah swt, dan ada beberapa halaman yang tidak sempurna dalam pencetakannya sehingga pembaca kehilangan beberapa informasi, selain itu tidak ada kesimpulan maupun ringkasan secara singkat di akhir buku ini sehingga pembaca tidak dapat melihat pola pikir yang dikembangkan penulis secara eksplisit.